Barang kali kita pantas berterima kasih kepada Mamofuku Ando, orang Jepang kelahiran Taiwan 1911. Berkat kerja keras dan jerih payahnya kita sekarang bisa menikmati kelezatan mie instan. Makanan cepat saji dengan banyak penggemar, yang masuk ke Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an.
Begini ceritanya…
Ditinggal orang tuanya, Ando yang berumur 3 tahun harus membantu neneknya mengurus rumah. Balita ingusan itupun mesti menjaga toko. Belum lagi harus mencuci pakaian dan mamasak. Hasilnya positif, ia jadi pintar masak-memasak, sebaliknya sekolahnya terlantar.Menjadi pedagang adalah angan-angannya. Harta peninggalan orang tuanya pun digunakan untuk berdagang pakaian rajutan di Taiwan dan Osaka, Jepang. Usahanya terbilang maju. Ia pun bisa kembali ke bangku sekolah menyelesaikan pendidikan yang sempat terbengkalai.
Namun kemudian ia dituduh korupsi dalam perdagangan senjata dan onderdil pesawat. Ia lantas dijebloskan ke bui. Setelah 2 tahun hidup di Hotel Prodeo, ia pun dibebaskan. Pada 1956, satu-satunya harta yang tertinggal adalah rumah.
Masa itu Amerika Serikat sedang gencar-gencarnya menyumbangkan gandum ke Jepang yang sedang paceklik pangan. Harga terigu menjadi murah. Pemerintah Jepang pun menganjurkan rakyatnya mengonsumsi roti dan terigu sebagai pengganti nasi.
Melihat banyak orang melahap mie, di dekat toserba hankyu di Osaka, pikiran Ando terbuka. Mengapa tidak membuat mie dari terigu? Bukankah orang Jepang sangat menyukai mie.
Apalagi mie dirasa enak, murah, tahan lama, dan tidak sulit mengolahnya.
Ide liar itu terus bergulir di benaknya. Cuma ia tidak mau membikin mie biasa yang sudah banyak beredar di pasaran. Ia ingin membuat mie bentuk lain yang enak, lebih cepat dan mudah diolah, serta gampang didapat dimana-mana.
Ando mulai mewujudkan impiannya dengan membeli mesin pembuat mie dan bereksperimen membuat mie instant di emper belekang rumahnya. Mula-mula mie digoreng agar lebih awet, gurih, dan cepat diolah.
Lalu menimbang-nimbang rasa yang pas untuk kuah itu. Dipilihnya kuah ayam karena yang netral. Ando membawa contoh mie instannya ke sebuah toko serba ada. Ternyata semuanya ludes hari itu juga. Waktu itu tahun 1958.
Emperan rumahnya tak kuasa menampung pesanan. Ia memindahkan usahanya ke sebuah gudang kosong di Osaka. Di sana Ando membuat mie instant dibantu keluarganya.
Sejak itu perusahaan-perusahaan besar berebut ingin menjadi penyalur mie instannya. Desember 1958, Ando menamai perusahaannya Nissin Foods. Beberapa bulan kemudian ia pindah ke sebuah pabrik seluas 20.000m2. tahun 1960 ia membuka pabrik kedua, dan tahun berikutnya lahir pabrik baru lagi.
Meski mie instant laris manis, Ia tak bosan-bosan bereksperimen untuk terus memperbaiki mutu. Bahkan ada keinginan memperkenalkan dan mejualnya ke luar negeri.
Untuk menjajaki kemungkinan itu, ia pergi berkeliling Eropa dan Amerika tahun 1966. di sana ia melihat orang makan mie dengan garpu, tanpa kuah dan memakai piring, dan menyeruput mie dianggap tidak sopan.
Ia juga mengamati ada kaldu yang bisa dilarutkan dengan air panas tanpa harus dimasak. Ada gelas kertas sekali pakai dan kertas almunium sebagai wadah kedap udara.
Ando pun mendapat ilham membuat mie instant dalam wadah berbahan stereofoam, yang lantas ditutup rapat dengan lembaran aluminium. Mie gelas itu tidak perlu dimasak, cukup diseduh. Supaya tidak hancur terkocok-kocok, mie dibuat lebih tebal. Disediakan pula garpu untuk memakannya.
Di puncak keberhasilannya, Ando yang pada tahun 1988 genap berumur 77 tahun, membuka Foodeum di Shinjuku, Tokyo. Gedung itu disebut pula ISTANA MIE karena mempunyai beberapa restoran mie, tempat disko, dan museum mie.
Sumber :
www.strov.co.cc; apakabardunia.com