Dosen UMM ciptakan obat alami untuk penyembuhan Diabetes Mellitus (DM). Dia adalah dosen Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Dr Rr Eko Susetyarini MSi. Penelitian ini juga melibatkan dosen Pendidikan Biologi Dr Husamah SPd MPd dan mahasiswa Pendidikan Biologi Fithri Wening Sasmita.
Mereka berhasil mengeksplorasi potensi ekstrak daun kembang bulan (Tithonia diversifolia) sebagai alternatif pengobatan kencing manis.
Roro, sapaan akrab Prof Dr Rr Eko Susetyarini MSi, mengatakan, ia menggali potensi tanaman obat lokal karena tingginya biaya pengobatan diabetes dan potensi efek samping dari pengobatan konvensional. Hal ini juga didukung adanya tren masyarakat yang semakin tertarik pada pengobatan alami dan gaya hidup back to nature.
Menurutnya permintaan terhadap tanaman obat pun meroket, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
“Sayangnya, tanaman obat di Indonesia saat ini masih terbatas pada peran sebagai jamu. Kadang juga hanya direbus. Ironisnya, belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka, yang merupakan obat berbahan alami dan telah terbukti keamanan serta khasiatnya. Padahal, jika berhasil mengembangkan potensi tanaman obat ini, nilai jualnya akan melonjak tinggi,” jelas Roro, ketua tim penelitian.
Roro menjelaskan penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan efektivitas ekstrak daun kembang bulan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah berdasarkan uji coba pada tikus Wistar (Rattus norvegicus). Tanaman kembang bulan saat ini, menurutnya, telah banyak digunakan untuk mengatasi berbagai keluhan seperti sakit perut, kembung, diare, dan antiinflamasi, atau antiradang.
Temuan ini mengindikasikan daun kembang bulan memiliki peran signifikan sebagai antidiabetes. Dalam penelitian ini, pemberian dosis ekstrak daun kembang bulan sebesar 5,14 ml/200g BB menunjukkan pengaruh paling efektif, dengan penurunan kadar glukosa darah rata-rata mencapai 136,80 mg/dl. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif atau normal yang memiliki rata-rata 122,20 mg.
“Meskipun begitu, masih harus ada penelitian lanjutan. Langkah selanjutnya harus melibatkan penelitian yang mencangkup keamanan ekstrak terhadap fungsi hati dan ginjal,” tuturnya.
Menariknya, kata dia, ini merupakan penelitian pertama di Indonesia yang memanfaatkan kembang bulan sebagai obat diabetes. Bahkan, penelitian ini telah menjadi rujukan hampir 60 peneliti lain. Sehingga besar harapannya temuan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas saat rampung nanti.
“Untuk penelitian selanjutnya, perlu kajian farmakoekonomi. Apakah dengan bentuk sediaan jamu cukup efektif atau ekonomis dibanding dengan obat kimia yang sudah ada?” katanya.
Menurut dia, pPerlu pula perbaikan metodologi, agar menghasilkan penelitian yang lebih baik lagi. Serta pentingnya kolaborasi dengan industri atau BPOM agar hilirisasi lebih baik dan produk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.